Rock Climbing @Gunung Api Purba Nglanggeran

Libur sabtu kemaren kita jalan-jalan ke Gunung api Purba Nglanggeran yang ada di Gunung Kidul. Sebenernya udah lama pengen ke sana tapi baru kemaren kesampaian. Tadinya kita mo ke Waduk Sermo tapi kata temen ayah kalo musim kemarau gini airnya menyusut jadi ga begitu bagus, ya udah langsung putar haluan ke Nglanggeran aja.

Kita berangkat dari rumah jam setengah sebelas tapi mampir-mampir dulu ke beberapa tempat, setelah maksi trus numpang sholat di masjid daerah Piyungan langsung cuzz naik-naik ke puncak gunung tinggi-tinggi sekali.... *nyanyi-nyanyi mode on* kira-kira jam duaan mulai otewe.

Setelah melewati jalan wonosari yang berkelak kelok itu sampailah di Polsek Patuk, nah ayah kemudian ambil jalan ke kiri melewati jalanan yang menanjak dan berkelak-kelok lagi namun menyuguhkan view yang indah karena berada disisi lereng sehingga tampak hamparan pemandangan yang ada di bawah.
Kita melewati desa Ngoro-oro,desa yang penuh dengan tiang pemancar televisi, jadi di sisi kanan kirinya berdiri tegak menjulang tinggi tiang-tiang pemancar berbagai stasiun televisi karena bukit Patuk ini adalah puncak tertinggi yang paling dekat dengan kota Jogja sehingga dijadikan tempat berdirinya stasiun replay televisi agar siaran televisi Jogja bisa diterima dengan jelas.
Setelah melewati pemancar-pemancar tv itu kita masih melewati jalan yang agak menurun dan di kejauhan sudah tampak batu-batu besar menyerupai gunung. Nah itu dia Gunung Api Purba Nglanggeran.


Untuk info lebih jelasnya tentang Gunung Api Purba Nglanggeran berikut ini saya ambil dari Wikipedia:
Gunung Nglanggeran adalah satu-satunya gunung api purba diYogyakarta yang terbentuk dari karst atau kapur.[1][2] Gunung ini terletak di Desa NglanggeranKecamatan PathukKabupaten Gunung Kidul yang berada pada deretan Pegunungan Seribu[2][3]
Berdasarkan penelitian, gunung api ini merupakan gunung berapi aktif sekitar 60 juta tahun yang lalu lalu.[1] Lapisankapur pada Gunung Nglanggeran berasal dari lapisan dasar laut yang terangkat dan kemudian menjadi daratan jutaan tahun lalu.[3] Gunung ini memiliki bebatuan besar yang menjulang tinggi sehingga biasanya digunakan sebagai jalur pendakian dan tempat untuk pertapaan warga.[1] Puncak gunung tersebut adalah Gunung Gedhe di ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut, dengan luas kawasan pegunungan mencapai 48 hektar.[2]
Bukit Nglanggeran konon merupakan tempat menghukum warga desa yang ceroboh merusak wayang.[3] Asal kata nglanggeran adalah nglanggar yang mempunyai arti melanggar.[3] Pada ratusan tahun yang lalu, penduduk desa sekitar mengundang seorang dalang untuk mengadakan pesta syukuran hasil panen.[3] Akan tetapi para warga desa melakukan hal ceroboh.[3] Mereka mencoba merusak wayang si dalang.[3] Dalang murka dan mengutuk warga desa menjadi sosok wayang dan dibuang ke Bukit Nglanggeran.[3]
Ada beberapa bebatuan besar yang menurut cerita warga sekitar digunakan untuk tempat pertapaan warga.[1] Warga sekitar mengatakan bahwa menurut kepercayaan, Gunung Nglanggeran dijaga oleh Kyai Ongko Wijoyo serta tokoh pewayangan Punokawan.[1] Pada malam tahun baru Jawa atau Jumat Kliwon, beberapa orang memilih semedi di pucuk gunung.[2] Di Gunung Nglanggeran ini pula warga pernah menemukan arca mirip Ken Dedes.[2]


Pintu masuknya ada di pinggir jalan itu, jadi parkir mobil trus beli tiket seharga Rp 7.000/orang + parkir Rp 5.000. Tiket dihitung banyaknya orang dewasa aja alias gratis untuk anak-anak. Pertama masuk ada pendopo yang bisa digunakan untuk istirahat trus naik tangga, dan terus terus selanjutnya naik tangga teruuuussss baik yang berbentuk tangga maupun hanya susunan batu-batu bahkan ada yang naiknya kudu pegangan tali gitu macem rock climbing. Pokoknya intinya cuma naik...naik dan naiiiiiikkk trus baliknya juga turun...turun dan turuuuunnn *gempor-gempor dah kaki


Kita sama sekali ga ngebayangin kalo ternyata medannya sedemikian berat apalagi ditambah gandeng n gendong de XZ'L (mana lupa bawa jarik buat gendong Rayzel) hadeeeehh.... can u imagine it???
Untung saya dan anak-anak pake sepatu tapi si ayah cuma sandalan. Mendung udah menngelayut sejak di perjalan tadi, jadi kita berkiran buat bawa payung ternyata malah berguna banget bisa buat tongkat penyangga waktu naik-turun, yes!!!

Di depan Gua Song Gudel

capeeek gendong, istirahat duyuuu...

Sebentar-sebentar kita berhenti, buat foto-foto, nggak ding lebih tepatnya buat ambil napas lagi sebelum ngos-ngosan berikutnya hehe...
Semakin ke atas pemandangan semakin menakjubkan, tampak hamparan yang luas di bawah sana, beautiful banget dah. Hihi... ada orang pacaran diatas batu gede di atas bukit, say deketin aja trus mereka kek gimanaaa gitu, salting, saya sih cuek aja si cewek malah saya mintain tolong buat motoin kita hehe...

istirahat duyuuu...

Perjalanan masih lanjut ke atas tapi saya memutuskan buat berhenti di sebuah gazebo yang adem sementara si ayah ngotot pengen sampai puncak, katanya udah deket situ. Padahal tempat berhenti kita sekarang aja belum juga pos 1, see... ya udah si ayah naik sendiri ke atas sementara saya sama anak-anak duduk-duduk aja sambil selfie...^^

view dari atas batu gede

gangguin orang pacaran hehe...
Tanya anak-anak ababil yang juga lagi istirahat habis turun dari atas katanya buat naik ke atas masih jauh lagian medannya lebih berat lagi hadehhh... penasaran emang ada apaan sih di atas sono? Ya liat-liat pemandangan aja katanya, oooo....
Ga lama kemudian ayah turun sambil ngos-ngosan, katanya jalannya ke atas nge-rock bingit melewati terowongan yang sempit trus akhirnya cuma sampai pos 1 trus balik  lagi hahaha...

daripada gempor mending selfie ajah ^^

medannya bueraaattt...

semangkaaa... (semangat kakak)

Tiba-tiba gerimis kecil mulai turun, so kita langsung cepet-cepet turun sambil gentian gendong adek huh..huhhh... sampai di pintu keluar tempat petugas jaga saya tanya kalo naik ke atas dari pos 1 masih jauh ga? jawabnya: "yaa kurang lebih masih 30 menit lagi", wakkk jleb!!!! saya langsung ngakak ngetawain ayah yang ngotot mo sampai atas. Jadi dipikir ayah di atas sono itu ada embung yang baru diresmikan itu, padahal buat ke embung itu masih jauh harus naik kendaraan lagi lewat jalan yang lain. Ya ga mungkin lah yah pak gubernur rocking sampai ke atas sono buat ngeresmiin embung hahaha....
Sampai parkiran gerismis semakin lebat, ayah bilang langsung pulang aja tapi saya pengen ke embung sekalian, udah deket ini pikir saya. Ya udah setelah tanya jalannya, kita trus cuzz ke embung. Ternyata musti bayar lagi di TPR, sama kayak tadi dewasa Rp 5.000, mobil Rp 5.000, anak-anak gretongan. Dari situ kita harus melewati jalan yang belum diaspal, berliku, terjal, agak sempit, dan berbatu... kasiyan si belly tapi ya gimana lagi cuma itu jalan satu-satunya hikss... kamu harus kuat belly, kamu pasti bisa belly!!! *nge-cheers ^^

pemandangan menuju embung

Setelah melewati medan yang lumayan buat si belly, kita sampai di parkiran yang luas dengan pemandangan yang wowwww, sebelah kanan nampak susunan batu-batu besar Gunung Api Purba Nglanggeran sedang sebelah kiri hamparan hijau di bawah sana, rasanya adeemmmm liatnya.
Gerimis masih turun membasahi bumi, kita turun pake payung mlipir ke warung di ujung parkiran, bingun nyari-nyari embungnya ada di mana? Owalaaaahhh..ternyata embungnya ada di atas sono noh, buat kesana musti jalan lagi trus naik anak tangga yang entah berapa jumlahnya baru deh keliatan embungnya. Hadeeehh... keknya dah ga kuat lagi deh kalo musti jalan naik turun tangga sambil gendong adek apalagi gerimis rintik-rintik, ya udah akhirnya kita numpang duduk-duduk aja di warung itu sambil jajan-jajan makanan kecil. Toh kami juga udah bisa mbayangin embungnya seperti apa hasil dari brosingan hehe...ngeles wae.

ngeyup sambil nyemil

embungnya di atas sono noh...

Wonosari dilihat dari parkiran embung

Barisan batu-batu besar Nglanggeran dilihat dari parkiran embung

Udah puas duduk-duduk lanjut pulang, ternyata kita harus melewati rute yang berbeda dengan masuknya tadi, pantesan aja tadi di jalan sama sekali ga ketemu sama kendaraan lain lagian jalannya juga ga muat buat papasan. Jalan yang kita lalui ini lebih landai dan lebih bagus daripada masuknya tadi. Keluar dari wilayah Nglanggeran kita emang sengaja ganti jalur jadi ga ngelewat deretan pemancar lagi tapi lewat arah yang mo ke Wonosari, jalannya juga lebih landai, tidak berkelok-kelok dan lebih halus. Sempet kesasar lewat jalur satu arah, harusnya ke kiri malah ke kanan, pertama bingung mikir ini kok kendaraan semua dari arah yang berlawanan ya, akhirnya brenti trus tanya orang dan bener aja ternyata satu arah!!!! hahaha... untung ga ditabrak orang lagian salahnya ga ada papan petunjuknya *ngeles.com
Jarum jam menunjukkan pukul 16.30, saya bilang ke ayah pengen mampir Bukit Bintang buat liat sunset sekalian istirahat.
Bukit Bintang adalah tempat dimana kita bisa melihat dari atas pemandangan kota Jogja dan apabila malam hari cuaca cerah maka akan nampak bintang-bintang bertaburan di angkasa dan gemerlap lampu-lampu kota Jogja sehingga dinamai Bukit Bintang. Dan disitu banyak berdiri warung-warung makan tempat kita bisa nongkrong menikmati suasana yang indah sambil makan jagung bakar ataupun yang lainnya.

pemandangan jogja dari atas Bukit Bintang

Ayah menepikan belly di sebuah warung makan di dekat tulisan Landmark Gunungkidul, warungnya tidak terlalu ramai jadi kita leluasa memilih tempat duduk yang viewnya paling ciamik. Kita cuma mesen jeruk anget n mie aja buat axel yang ribut laper. Duduk-duduk sambil liat pemandangan yang wow rasanya ademmm... sambil menunggu sunset numpang sholat dulu, ternyata warungnya bertingkat ke bawah alias ada basementnya yang letaknya di pinggir bukit dan mushollanya ada di bawah situ.
Lama-lama mentari mulai turun, langit di ujung sana sedikit kemerahan tapi sayang agak tertutup mendung. Meski begitu tetap menampilkan keindahan sunset yang wonderful...
Udah puas liat sunset, kita trus meluncur turun gunung ga sabar nyampe rumah rumah buat nglurusin boyok n nyelonjorin kaki yang pada gempor...


sunset yang ditunggu-tunggu...




Komentar

Postingan Populer